Nama
: Bram Kutut
Kelas
: 4EB02
NPM
: 20208256
Etika
Audit Eksternal
A.
PENGERTIAN PROFESI
Profesi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
adalah bidang pekerjaan yang dilandasi
pendidikan keahlian (keterampilan,kejuruan,dan sebagainya) tertentu. Sedangkan
profesional menurutKBBI adalah:
1.
Bersangkutan dengan profesi;
2.
Pekerjaan yang memerlukan kepandaian khusus untuk menjalankannya;
3. Mengharuskan adanya pembayaran
untuk melakukannya (lawan dari amatir).
Dari definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa persyaratan utama dari
suatu profesi adalah tuntutan kepemilikan keahlian tertentu yang unik. Dari
profesi ini juga mendapatkan pembayaran sebagai timbal balik atas pekerjaan
yang dilakukannya. Sawyers Internal Auditing menyebutkan 7 (tujuh) syarat, yaitu:
1.
Pekerjaan tersebut adalah untuk
melayani kepentingan orang banyak (umum)
2.
Bagi yang ingin terlibat dalam
profesi dimaksud, harus melalui pelatihan yang cukup lama dan berkelanjutan
3.
Adanya kode etik dan standar yang
ditaati di dalam organisasi tersebut
4.
Menjadi anggota dalam organisasi
profesi dan selalu mengikuti pertemuan ilmiah yang diselenggarakan oleh
organisasi profesi tersebut
5.
Mempunyai media massa/publikasi yang
bertujuan untuk meningkatkan keahlian dan keterampilan anggotanya
6.
Kewajiban menempuh ujian untuk
menguji pengetahuan bagi yang ingin menjadi anggota
7.
Adanya suatu badan tersendiri yang
diberi wewenang oleh pemerintah untuk mengeluarkan sertifikat.
B.
PENGERTIAN DAN TUJUAN KODE ETIK
1. Pengertian
Etik dan Kode Etik
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, 1988, mendefinisikan etik sebagai :
a.
Kumpulan asas atau nilai yang
berkenaan dengan akhlak;
b.
Nilai mengenai benar dan salah yang
dianut suatu golongan atau masyarakat sedangkan etika adalah ilmu tentang apa
yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak).
Kode etik pada prinsipnya merupakan sistem dari
prinsip-prinsip moral yang diberlakukan dalam suatu kelompok profesi yang
ditetapkan secara bersama. Kode etik suatu profesi merupakan ketentuan perilaku
yang harus dipatuhi oleh setiap mereka yang menjalankan tugas profesi tersebut,
seperti dokter, pengacara, polisi, akuntan, penilai, dan profesi lainnya.
2.
Dilema Etika dan Solusinya
Terdapat dua faktor utama yang mungkin menyebabkan orang
berperilaku tidak etis, yakni:
a. Standar
etika orang tersebut berbeda dengan masyarakat pada umumnya. Misalnya,
seseorang menemukan dompet berisi uang di bandar udara (bandara). Dia mengambil
isinya dan membuang dompet tersebut di tempat terbuka. Pada kesempatan
berikutnya, pada saat bertemu dengan keluarga dan teman-temannya, yang bersangkutan dengan bangga bercerita bahwa
dia telah menemukan dompet dan mengambil isinya.
b. Orang tersebut secara sengaja bertindak tidak
etis untuk keuntungan diri sendiri. Misalnya, seperti contoh di atas, seseorang
menemukan dompet berisi uang di bandara. Dia mengambil isinya dan membuang
dompet tersebut di tempat tersembunyi dan merahasiakan kejadian tersebut.
Dorongan orang untuk berbuat tidak etis mungkin diperkuat
oleh rasionalisasi yang dikembangkan sendiri oleh yang bersangkutan berdasarkan
pengamatan dan pengetahuannya. Rasionalisasi tersebut mencakup tiga hal sebagai
berikut:
a.
Setiap orang juga melakukan hal
(tidak etis) yang sama. Misalnya,
orang mungkin berargumen bahwa tindakan memalsukan perhitungan pajak, menyontek dalam ujian, atau menjual barang
yang cacat tanpa memberitahukan kepada pembelinya bukan perbuatan yang tidak
etis karena yang bersangkutan
berpendapat bahwa orang lain pun melakukan tindakan yang sama.
b. Jika sesuatu perbuatan tidak
melanggar hukum berarti perbuatan tersebut tidak melanggar etika. Argumen tersebut didasarkan
pada pemikiran bahwa hukum yang sempurna harus sepenuhnya dilandaskan pada
etika. Misalnya, seseorang yang
menemukan barang hilang tidak wajib mengembalikannya kecuali jika
pemiliknya dapat membuktikan bahwa barang yang ditemukannya tersebut
benar-benar milik orang yang kehilangan tersebut.
c. Kemungkinan bahwa tindakan tidak
etisnya akan diketahui orang lain serta sanksi yang harus ditanggung jika
perbuatan tidak etis tersebut diketahui orang lain tidak signifikan. Misalnya
penjual yang secara tidak sengaja terlalu besar menulis harga barang mungkin
tidak akan dengan kesadaran mengoreksinya jika jumlah tersebut sudah dibayar
oleh pembelinya. Dia mungkin akan memutus kan untuk lebih baik menunggu pembeli
protes untuk mengoreksinya, sedangkan jika pembeli tidak menyadari dan tidak
protes maka penjual tidak perlu memberitahu.
Saat ini,
telah dikembangkan rangka pemikiran untuk membantu
setiap orang memecahkan dilema etika. Dalam rangka tersebut dikenal sebagai the six-step approach, yang meliputi
langkah-langkah sebagai berikut:
a. Identifikasikan kejadiannya.
b. Identifikasikan masalah etika
berkaitan dengan kejadian tersebut.
c. Tetapkan siapa saja yang akan
terpengaruh serta tetapkan apa
konsekuensi yang akan diterima/ditanggungnya
berkaitan dengan kejadian
tersebut.
d. Identifikasikan
alternatif-alternatif tindakan yang dapat ditempuh
pihak yang terkait dengan dilema tersebut.
e. Identifikasikan kons ekuensi dari
tiap-tiap alternatif tersebut.
f. Tetapkan tindakan yang tepat
berdasarkan pertimbangan tentang
nilai-nilai etika yang dimiliki dan konsekuensi serta kesanggupan menanggung konsekuensi atas pilihan tindakannya. Pilihan tindakan tersebut
sifatnya sangat individual sehingga
sangat tergantung pada nilai etika yang dimiliki
oleh yang bersangkutan serta kesanggupannya
menanggung akibat dari pilihan tindakannya.
Langkah
tersebut akan mengarah pada ketidakseragaman perilaku karena nilai yang diyakini
oleh masing-masing individu mungkin berbeda. Oleh karena itu, untuk tercapainya
keseragaman ukuran perilaku,
apakah suatu tindakan etis atau
tidak etis, maka kode etik perlu ditetapkan bersama oleh seluruh anggota
profesi.
3. Perlunya Kode Etik bagi Profesi
Tanpa kode etik, maka setiap individu dalam satu komunitas akan memiliki tingkah laku yang berbeda-beda yang dinilai baik menurut anggapannya dalam berinteraksi dengan masyarakat lainnya. Kepercayaan masyarakat dan
pemerintah atas hasil kerja auditor ditentukan oleh keahlian, independensi serta integritas moral/kejujuran para auditor dalam menjalankan pekerjaannya. Kode
etik atau aturan perilaku dibuat untuk dipedomani dalam berperilaku atau
melaksanakan penugasan sehingga menumbuhkan kepercayaan dan memelihara citra
organisasi di mata masyarakat.
Tipe / Klasifikasi Audit :
Menurut Kell dan Boyton klasifikasi
audit berdasarkan tujuannya dibagi dalam 3 (tiga) kategori :
1. Audit Laporan Keuangan (Financial
Statement Audit). –>Untuk memberikan pendapat apakah laporan keuangan telah
disajikan secara wajar (fairness) sesuai kriteria PABU (Prinsip Akuntansi yang
Berterima Umum) dan dilakukan oleh External Auditor
2. Audit Kepatuhan (Compliance
Audit)–>Untuk menentukan apakah kegiatan financial maupun operasi tertentu
dari suatu entitas sesuai dengan kondisi-kondisi, aturan-aturan, dan regulasi
yang telah ditentukan, misalnya ketepatan SPT-Tahunan dengan UU Pajak Penghasilan.
3. Audit Operasional (Operasional
Audit).–>untuk menilai prestasi, mengidentifikasikan kesempatan untuk
perbaikan, dan membuat rekomendasi untuk pengembangan dan perbaikan, dan
tindakan lebih lanjut.
Ukuran kesesuaiannya adalah
keefisienan (perbandingan antara masukan dengan keluaran), keefektifan
(perbandingan antara keluaran dengan target yang ditetapkan), serta kehematan/
keekonomisan. Audit ini sering disebut Manajemen audit atau performance audit.
Klasifikasi Berdasarkan Pelaksana
Audit.
1. Auditing Eksternal
Merupakan kontrol sosial yang
memberikan jasa untuk memenuhi kebutuhan informasi untuk pihak luar perusahaan
dengan tujuan memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan.
Pelaksana adalah Akuntan Publik yang dibayar oleh manajemen perusahaan yang
diperiksa.
2. Auditing Internal
Merupakan kontrol organisasi yang
mengukur dan mengevaluasi efektifitas organisasi dan hasilnya untuk manajemen
organisasi itu sendiri. Auditor internal ini bertanggung jawab terhadap
pengendalian intern perusahaan demi tercapainya efisiensi, efektifitas dan
ekonomis serta ketaatan pada kebijakan yang diambil oleh perusahaan. Fungsi
auditor internal adalah membantu manajemen dalam meningkatkan efisiensi dan
efektifitas kegiatan perusahaan.
3. Auditing Sektor Publik
Merupakan kontrol atas organisasi
pemerintah yang memberikan jasanya kepada masyarakat seperti pemerintah pusat
maupun daerah. Auditor ini dibayar oleh pemerintah.
Klasifikasi Atas Dasar Audit
Operasional
Menurut Ricchiute tipe audit selain
financial statements audit meliputi :
* Operational Audits yakni suatu
audit yang dirancang untuk menilai efisiensi dan efektifitas dari
prosedurpprosedur operasi manajemen. Pelaksananya adalah Auditor Internal.
* Financial dan Compliance Audits,
yakni audit yang menyerupai audit laporan keuangan tetapi dapat dilakukan oleh
sektor publik serta audit eksternal .
* Economy dan Efficiency Audits,
yakni menyerupai operasional audit tetapi dilakukan oleh sektor publik atau
sektor pemerintahan.
* Program Results Audits yakni audit
yang dilakukan oleh pemerintah.
Untuk menentukan apakah suatu
entitas mencapai hasil-hasil yang diinginkan oleh lembaga legislative, dan
apakah entitas tsb telah mempertimbangkan alternatif-alternatif yang tersedia
dengan hasil yang sama tetapi dengan biaya yang lebih rendah.
TIPE AUDITOR
1. Auditor Internal
Pelaksana merupakan karyawan suatu
perusahaan tempat mereka melakukan audit. Tujuannya adalah untuk membantu
manajemen dalam melaksanakan tanggung jawabnya secara efektif.
2. Auditor Pemerintah
Pelaksana adalah auditor yang
bekerja di Instansi pemerintah dengan tujuan utamanya untuk melakukan audit
atas pertanggungjawaban keuangan dari berbagai unit organisasi dalam
pemerintahan. Misalnya : BPKP dan BPK serta auditor perpajakan.
3. Auditor Independen (Akuntan
Publik)
Para praktisi individual atau
anggota akuntan publik yang memberikan jasa auditing professional kepada klien.
STANDAR PROFESI AKUNTAN PUBLIK
Sesuai Standar Profesional Akuntan
Publik / SPAP (IAI, 2001) ada 6 (enam) tipe yaitu :
1. Standar Auditing.
Merupakan panduan audit atas laporan
keuangan historis. Standar ini terdiri 10 standar yang dirinci dalam bentuk PSA
(Pernyataan Standar Auditing) yaitu : Interpretasi Pernyataan Standar Auditing
(IPSA) yang merupakan intrepretasi resmi yang dikeluarkan oleh Dewan terhadap
ketentuan-ketentuan yang diterbitkan oleh Dewan PSA.
2. Standar Atestasi
Memberikan rerangka untuk fungsi
atestasi bagi jasa akuntan publik yang mencakup tingkat keyakinan tertinggi
yang diberikan dalam jasa audit atas laporan keuangan historis, pemeriksaan
atas laporan keuangan prospektif, serta tipe perikatan atestasi lain yang
memberikan keyakinan yang lebih rendah (review, pemeriksaan dan prosedur yang
disepakati). Yang termasuk didalam pernyataan standar atestasi adalah IPSAT (
Interpretasi Pernyataan Standar Atestasi).
3. Standar Jasa Akuntansi dan
Review.
Memberikan rerangka untuk fungsi
nonatestasi bagi jasa akuntan publik yang mencakup jasa akuntansi dan review.
Yang termasuk didalam jasa akuntansi dan review adalah IPSAR (Interpretasi
Pernyataan Standar Akuntansi dan Review).
4. Standar Jasa Konsultasi
Memberikan panduan bagi praktisi
yang memberikan jasa konsultasi bagi kliennya melalui kantor akuntan publik.
Jasa ini hanya menyajikan temuan, kesimpulan dan rekomendasi
5. Standar Pengendalian Mutu
Memberikan panduan bagi kantor
akuntan publik didalam melaksanakan pengendalian kualitas jasa yang dihasilkan
oleh kantornya dengan mematuhi berbagai standar yang diterbitkan oleh Dewan
Standar Profesional Akuntan Publik dan Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik
yang diterbitkan oleh Kompartemen Akuntan Publik, Ikatan Akuntan Indonesia.
Daftar Pustaka : http://meirsyahnp.blogspot.com/2012/10/etika-audit-eksternal.html